Mengupas ( Oncek Oncek ) Pengetahuan Sederhana ( Kawruh Sapolo )
Sebuah rangkaian perjalanan
spiritual menanggulangi krisis mental dan moral
Di Abad Modernisasi
Malam belum begitu larut, kebetulan suasana cuaca sangat bersahabat
setelah dekade ketiga bulan September 2010, Kota Klaten, di terjang hujan dan angin
kencang yang menciutkan hati.
Sekelompok insan Tuhan yang cukup lanjut usia
bersemangat merealisasikan gagasan untuk berdiskusi tentang berbagai hal yang
menyangkut kehidupan, sebagai salah satu upaya untuk ikut serta memikirkan
kehidupan disekitar khususnya dan kehidupan bangsa ini secara umum.
” Kegiatan ini tidak bersifat politis tidak
pula utopis tetapi jangan sampai membebani karena kita sudah tua tua ” ungkap
Ir.H.Achmad Tugiman Hadibroto membuka pertemuan yang sebenarnya telah
berlangsung untuk ke 6 kalinya.
Semula kegiatan ini hanya diikuti oleh 5 (
Lima ) orang yang terdiri atas Ir.H.A.Tugiman, YA Effendi Slameto BA, Drs.
Gatoto Lelono, Ir.H.Riyo Darmanto, Ir.H.Untung Puji Surarso, tetapi pada
pertemuan kali yang keenam ini dihadiri oleh 9 orang dengan tambahan hadirin
masing masing adalah H.Margono Noto Pertomo S.Pd, Prof DR.Sumitro, DR Esti
Ismawati, dan H.Wibowo Ari Subagio, BE, dimana 8 anggota dianataranya telah
memasuki tahapan Manula, kecuali Ibu DR.Esti yang paling muda balita ( Bawah
Lima Puluh Tahun ).
”
Angka 9 memang angka istimewa; coba
periksa saja sebutan ” Indonesia ” itu
terdiri dari 9 huruf ” kata Pak H.Margono Noto Pertomo S.Pd yang juga biasa mengisi siaran siaran radio
tentang budaya jawa dan wayang kuluit di radio radio swasta baik di klaten
maupun di Solo disamping memberikan uraian akronim indonesia yang disusun
begitu indah.
Malam itu nampaknya belum ada
topik yang ditentukan lebih dahulu dalam
diskusi yang cukup hangat. Salah satu pokok perhatian adalah maraknya tindak
kekerasan sehingga memacu Bp.YA Effendi Slameto mengungkapkan perlunya
pendidikan budi pekerti lagi di sekolah
mulai dari sekolah dasar sampai ke tingkat pendidikan yang paling tinggi.
Profesor Sumitro juga menyampaikan kalau di Yogyakarta muatan lokal pendidikan
Budi Pekerti itu di istilahkan kurikulum bermuatan kearifan lokal, dengan aspek
yang lebih luas yaitu bertujuan mulia untuk melestarikan budaya kita yaitu
budaya Jawa.
Hal ini memperoleh tanggapan hangat dari Ibu
DR Esti Ismawati M.Pd, bahwa budaya itu adalah sesuatu yang hidup sehingga dari
waktu ke waktu terjadi perubahan yang mendasar, yang dapat dikategorikan dalam
3 (tiga) Kelompok yaitu budaya yang menerima tradisi, menolak tradisi dan tidak
menerima atau menolak tetapi mengubah tradisi. Dari mana kita akan memulai,
tetapi intinya berbagai hal yang muncul dalam berbagai bentuk tingkah laku
masyarakat kita itu intinya adalah karena kurangnya keteladanan dari para pemimpin,
pejabat maupun orang tua.
Dalam pembicaraan itu juga menjadi pertanyaan
mengapa kurang keteladanan padahal dalam
kehidupan manusia itu telah banyak teladan lebih lebih Tuhan juga telah
menciptakan para Nabi dan Waliullah
sebagai teladan, seperti misalnya Nabi Isa A.S ataupun Nabi Muhamad SAW yang mutlak perlu diteladani
oleh manusia akhir jaman ini.
Meski demikian keteladanan sesama manusia itu perlu menurut Pak H.Ir. Riyo Darmanto
karena meneladani para Nabi meskipun wajib itu cukup berat bagi manusia.
Akan lebih baik jika lebih dekat adalah keteladanan sesama manusia.
Masalah moral itu memang harus di asah dari waktu ke waktu terlebih sebagai
manusia kita harus selalu berusaha memproteksi diri disamping mengembangkan
budaya kita sebagai manusia. Demikian di kemukakan Pak Ir.HA Tugiman Hadibroto.
Lebih lanjut di kemukakan bahwa manusia modern itu menurut Ahmad Ma’ruf dalam
penulisan pada majalah Ekonomi
Muhamadiyah terbitan Minggu Kliwon 11 Juli 2010 halaman 1 ” bahwa manusia modern itu mengalami Lost
Of Soul
atau kegersangan ruhani, disorientasi, anomali moral dan sosial dan
future shock atau kejutan masa depan.
Pak Drs. Gatot Lelono menyambung
bahwa dewasa ini ternyata hati nurani telah ditinggalkan. Menurut pak Gatot
harti nurani itu berada dibagian atas otak kita, sehingga apabila menyebut hati
nurani pak gatot memeragakan memegang bagian atas kepalanyanyang telah memutih
laksana perak berkilau. Tugas kita mengingatkan generasi yang lebih muda untuk
lebih banyak menggunakan hati nurani ketika melakukan tindakan apapun.
Malam semakin larut, ternyata
para hadirin cukup terkesima dengan di tembangkannya sebuah tembang pangkur oleh Pak H.Ir. Puji Untung Surarso yang
intinya mengajak siapapun untuk menjalani 4 kebenaran yaitu meliputi benar
pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan yang dikutip dari wewarah RM Sosro
Kartono nukilan pak Riyo Darmanto. Begitu indah kumandang Pangkur ini sehingga
menghayutkan siapapun yang mendengarnya.
Tembang pangkur itu menutup pertamuan malam itu dengan sebuah harapan para
sepuh ini mendarma bhaktikan pemikirannya,
salah satunya adalah meng ”up
date” kembali sejarah Kabupaten Klaten yang ternyata banyak situs situs
bersejarah misalnya seperti saat Klaten pernah menjadi bayangan ”Ibu Kota
Negara” yang saat itu berada di Yogyakarta, karena sedang diduduki Belanda,
maka untuk sementara pemerintahan sipilnya (sebagian para menterinya) waktu itu
berada di Desa Tirtomarto dan sekitarnya wilayah kecamatan Cawas, sedang untuk
komando militernya berada di desa Kepurun Kecamatan Manisrenggo.
Klaten 29 September 2010
Wah Pak Ari itu punya bakat jadi sastrawan lho... Malam kian larut ya Pak Ari, sayang Pak Puji Untung ogah nembang lagi. Wah kita kehilangan besar lho..Gak ada yang nembang lagi....
BalasHapus(Pak Untung, ayo gabung lagi dong... Bu Esti gak ada temannya yang arah timur lho... Ayo dong Pak)
mempan gak ya rayuan saya.....