Sabtu, 17 Desember 2011


Mengupas ( Oncek Oncek ) Pengetahuan Sederhana ( Kawruh Sapolo )
Sebuah rangkaian perjalanan spiritual menanggulangi krisis mental dan moral
Di Abad Modernisasi


     Malam belum begitu larut, kebetulan suasana cuaca sangat bersahabat setelah dekade ketiga bulan September 2010,  Kota Klaten, di terjang hujan dan angin kencang yang menciutkan hati.
Sekelompok insan Tuhan yang cukup lanjut usia bersemangat merealisasikan gagasan untuk berdiskusi tentang berbagai hal yang menyangkut kehidupan, sebagai salah satu upaya untuk ikut serta memikirkan kehidupan disekitar khususnya dan kehidupan bangsa ini secara umum.
” Kegiatan ini tidak bersifat politis tidak pula utopis tetapi jangan sampai membebani karena kita sudah tua tua ” ungkap Ir.H.Achmad Tugiman Hadibroto membuka pertemuan yang sebenarnya telah berlangsung untuk  ke 6 kalinya.
Semula kegiatan ini hanya diikuti oleh 5 ( Lima ) orang yang terdiri atas Ir.H.A.Tugiman, YA Effendi Slameto BA, Drs. Gatoto Lelono, Ir.H.Riyo Darmanto, Ir.H.Untung Puji Surarso, tetapi pada pertemuan kali yang keenam ini dihadiri oleh 9 orang dengan tambahan hadirin masing masing adalah H.Margono Noto Pertomo S.Pd, Prof DR.Sumitro, DR Esti Ismawati, dan H.Wibowo Ari Subagio, BE, dimana 8 anggota dianataranya telah memasuki tahapan Manula, kecuali Ibu DR.Esti yang paling muda balita ( Bawah Lima Puluh  Tahun ).

     ” Angka 9 memang angka istimewa;  coba periksa saja sebutan ” Indonesia ”  itu terdiri dari 9 huruf ” kata Pak H.Margono Noto Pertomo S.Pd  yang juga biasa mengisi siaran siaran radio tentang budaya jawa dan wayang kuluit di radio radio swasta baik di klaten maupun di Solo disamping memberikan uraian akronim indonesia yang disusun begitu indah.

      Malam itu nampaknya  belum ada topik yang  ditentukan lebih dahulu dalam diskusi yang cukup hangat. Salah satu pokok perhatian adalah maraknya tindak kekerasan sehingga memacu Bp.YA Effendi Slameto mengungkapkan perlunya pendidikan budi pekerti lagi di sekolah  mulai dari sekolah dasar sampai ke tingkat pendidikan yang paling tinggi. Profesor Sumitro juga menyampaikan kalau di Yogyakarta muatan lokal pendidikan Budi Pekerti itu di istilahkan kurikulum bermuatan kearifan lokal, dengan aspek yang lebih luas yaitu bertujuan mulia untuk melestarikan budaya kita yaitu budaya Jawa.
Hal ini memperoleh tanggapan hangat dari Ibu DR Esti Ismawati M.Pd, bahwa budaya itu adalah sesuatu yang hidup sehingga dari waktu ke waktu terjadi perubahan yang mendasar, yang dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) Kelompok yaitu budaya yang menerima tradisi, menolak tradisi dan tidak menerima atau menolak tetapi mengubah tradisi. Dari mana kita akan memulai, tetapi intinya berbagai hal yang muncul dalam berbagai bentuk tingkah laku masyarakat kita itu intinya adalah karena kurangnya keteladanan dari para pemimpin, pejabat maupun orang tua.
Dalam pembicaraan itu juga menjadi pertanyaan mengapa kurang keteladanan padahal  dalam kehidupan manusia itu telah banyak teladan lebih lebih Tuhan juga telah menciptakan para Nabi  dan Waliullah sebagai teladan, seperti misalnya Nabi Isa A.S ataupun  Nabi Muhamad SAW yang mutlak perlu diteladani oleh manusia akhir jaman ini.
Meski demikian keteladanan sesama manusia itu perlu menurut Pak  H.Ir. Riyo Darmanto
karena meneladani para Nabi meskipun wajib itu cukup berat bagi manusia. Akan lebih baik jika lebih dekat adalah keteladanan sesama manusia.
Masalah moral itu memang harus di asah dari waktu ke waktu terlebih sebagai manusia kita harus selalu berusaha memproteksi diri disamping mengembangkan budaya kita sebagai manusia. Demikian di kemukakan Pak Ir.HA Tugiman Hadibroto. Lebih lanjut di kemukakan bahwa manusia modern itu menurut Ahmad Ma’ruf dalam penulisan pada  majalah Ekonomi Muhamadiyah terbitan Minggu Kliwon 11 Juli 2010 halaman 1 ”  bahwa manusia modern itu mengalami Lost Of  Soul  atau kegersangan ruhani, disorientasi, anomali moral dan sosial dan future shock atau kejutan masa depan.
Pak Drs. Gatot  Lelono menyambung bahwa dewasa ini ternyata hati nurani telah ditinggalkan. Menurut pak Gatot harti nurani itu berada dibagian atas otak kita, sehingga apabila menyebut hati nurani pak gatot memeragakan memegang bagian atas kepalanyanyang telah memutih laksana perak berkilau. Tugas kita mengingatkan generasi yang lebih muda untuk lebih banyak menggunakan hati nurani ketika melakukan tindakan apapun.

        Malam semakin larut, ternyata para hadirin cukup terkesima dengan di tembangkannya sebuah tembang pangkur  oleh Pak H.Ir. Puji Untung Surarso yang intinya mengajak siapapun untuk menjalani 4 kebenaran yaitu meliputi benar pikiran, perasaan, perkataan dan perbuatan yang dikutip dari wewarah RM Sosro Kartono nukilan pak Riyo Darmanto. Begitu indah kumandang Pangkur ini sehingga menghayutkan siapapun yang mendengarnya. 
Tembang pangkur itu menutup pertamuan malam itu dengan sebuah harapan para sepuh ini mendarma bhaktikan pemikirannya,  salah satunya adalah  meng ”up date” kembali sejarah Kabupaten Klaten yang ternyata banyak situs situs bersejarah misalnya seperti saat Klaten pernah menjadi bayangan ”Ibu Kota Negara” yang saat itu berada di Yogyakarta, karena sedang diduduki Belanda, maka untuk sementara pemerintahan sipilnya (sebagian para menterinya) waktu itu berada di Desa Tirtomarto dan sekitarnya wilayah kecamatan Cawas, sedang untuk komando militernya berada di desa Kepurun Kecamatan Manisrenggo.
 diposting oleh wibowo arei subagio

                                                                                          Klaten 29 September 2010







































      

1 komentar:

  1. Wah Pak Ari itu punya bakat jadi sastrawan lho... Malam kian larut ya Pak Ari, sayang Pak Puji Untung ogah nembang lagi. Wah kita kehilangan besar lho..Gak ada yang nembang lagi....
    (Pak Untung, ayo gabung lagi dong... Bu Esti gak ada temannya yang arah timur lho... Ayo dong Pak)
    mempan gak ya rayuan saya.....

    BalasHapus