Sebuah desa yang jauh
dari keramaian kota dan berada di perbukitan kaki gunung Merapi ternyata
menyimpan kisah perjuangan mempertahankan kemerdekaan republik Indonesia pada
tahun 1949 ketika Negara republik Indonesia baru saja dipriklamirkan dan ibu
kota mengalami perpindahan ke Yogyakarta, fihak penjajah belandfa kembali ingin
menduduki wilayah Indonesia dengan menyerang kota yogyakarta sebagai ibu kota
republic ini.
Pertempuran demi pertempuran berjalan dengan
sengitnya antara TNI dan para gerilyawan melawan penjeajah kolonial Belanda. Tetapi
apakah generasi sekarang ini mengetahui dan peduli bahwa pertempuran
mempertahakan kemerdekaan itu dikendalikan dari sebuah desa yang bernama
Kepurun. Mengapa desa ini diberi nama Kepurun ada sebuah ceritera yang
diuangkapkan oleh Triwidodo Kepala Desa Ke0purun kala pertempuran antara
Prajurit Pangeran Diponegoro yang melakukan perjuangan melawan penjajah Kompeni
Belanda dengan semangat yang lemah sampailah pelariannya sampai ke sebuah desa
di kaki gunung Merapi.Di sana terdapat sebuah sendang (sumber air) di desa
tersebut yanbg airnya selalu mengalir sepanbjang musim. Bahkan ketika erupsi Merapi
tahun 2010 yang lalu hingga sekarang, sumber air itu justru menunjukkan
peninghkatan debit airnya. Pada saat para prajuritnya sedang bersitirahat
itulah Pangeran Diponegoro meminta seluruh prajuritnya untuk membasuh badannya
dengan airt sendang yang jernih dan dingin. Setelah membasuh badan itulah
kemudian dicanya oleh Pangeran Dipionegoro nyang dalam bahasa jawa sekarang
kuranglebih ”opseduluh sedulur isih gelem berjuang perang karo Londo?” yang
dalam bahasa Inbdonesia sebagaimana dikutip dari cerita Pak Kepala Desa Kepurun
”apakah saudara saudara masih bersedia nmelanjutkan poerjuangan melawan
Belanda?” maka semua pengikut Pangeran Diponegoro itu menjawab Purun atau Mau
dan bersedia melanjutkan perjuangan. Dengan demikian maka bangkitlah semangat me4reka
untuk melanjutkan seperti ayam jago yang hampir kalah bertarung tetapi kemudian
dimandikan dengan air menjadi segar dan bersemangat kembali. Maka dari
periustiwa itulah kemudian desa itu di berinama Kepurun dan sendang yang
digunakan untuk membasuh badan para penngikuit Pangeran Diponegoro itu disebut
dengan sendang Kuwanen atau sendang keberanian.
Namun apa yang terjadi masa sekarang iuni? Markas
Besar Komandi Jawa atau MBKD yang diugukai Kolonel Abdul Haris Nasution yang
kemudian menjadi Jendral Berar Abdulharis Nasution (Alm) nampak tidak
memperoleh perhatian semestinya sebagai bangunan bersejarah terutama rumah
Kepala Desa waktu itu yang digunakan sebagai kantor Markas Besar Komando Jawa Madura bahkan sudah hancur
tinggal pui9ng puing belaka dimana di halaman rumah itu masih megah berdiri
tugu Monumen MBKD.
Camat Manisrenggo Gandung Wahyudi menyatakan
bahwa fihaknya pernah mengajukan proposal untuk membangun kawasan bersejarah
disekitar MBKD itu tetapi sampai saat ini belum ada fihak yang menyetujui
usulan tersebut.
Penulis sebagai generasi
penerus sekarang ini sangat besar berharap agar fihak pemerintah khususnya
pemerintah daerah dapat memberikan perhatian khusus terhadap monumen MBKD
tersebut sehinga dapaty menjadi daerah atau wilayah trujuan wisata sebagai
upaya memberikan pembelajaran kepada genarasi mendatang akan faham terhadap
kemerdekaan bangsa Indonesia itu di raih dengan tetesan keringat dan darah
para pejuang pendahulu Republik ini. Jadi Klaten sebenarnya memiliki catatan
tersendiri terhadap sejarah kemerdekaan negara RI terlebih ketika yogyakarta
sebagai ibu kota Republik di duduki oleh Belanda maka Kabupaten Klaten menjadi
daerah garis belakang para gerilyawan
serta pemerintahan republik ini karena sebagain besar para menterinya mengungsi
di wilayah Kabupaten Klaten misalnya para Menteri berdomisili di wilayah
Kecamatan Cawas berada di desa Tirtomarto seperti kementrian perekonomian dan
Keuangan dimana dahulu mata uang republik iui pernah di cetak di Cawas
sebagaimana diceritakan oleh mnntan Kepala Desa Tirtomarto ketika itu serta
menteri Kehakiman yang menggunakan sebagaian ruangan di Kantor Kecamatan
Prambanan sekarang.
Gambar atas: Monumen MBKD Kepurun
Gambar bawah: Kepurun Pawana Indah yang letaknya secara geografis diselatan MBKD
Kepurun saat ini telah
berubah dan maju meskipun satu desa ketika erupsi merapi Tahun 2010 sempat
terkena serangan awan panas yaitu desa Balerante tetapi sekarang ini pada
umumnya menjadi desa yang cukup sejahtera termasuh di kawasan Kepurun itu telah
berdiri sebuah lembaga pendidikan Mixed Farming milik PT Kepurun Pawana Indah
anak perusahaan PT PLN persero. Kepurun Pawana Indah adalah lembaga diklat
yang melatih para calon pensiunan yang semula hanya calon pensiunan Pegawai
PLN saja, tetaopi sekarang ini telah menjadi lermbaga diklat untuk mendidik
para calon pensiunan pegawai pemerintah pada umumnya. DI Kepurun Pawana Indah
ini para calon pensiun dilatih bagaimana cara bertani, beternak dan memelihara
ikan secara terpadu sehingga selain dapat menambah kesibukan juga dapat
memberikan hasil tambahan ketika berada dalam masa pensiun tersebut. Di lembaga
diklat yang dilengkapi dengan sarana akomodasi atau pengiunapan mampu menampung
lebih dari 30 peserta diklat dengan tenaga instruktur dari PT KPI yang memiliki
kompetensi. Selain itu Kepurun Opawan Indah juga terbuka untuk kalangan
pendidikan baik dari para guru maupun siswa peserta didik untuk dilatih
memiliki kompetensi di sektor mixed farming.
dipost oleh wibowo ari subagio
dipost oleh wibowo ari subagio